TAKSONOMI DAN MORFOLOGI
Menurut ahli biologi evolusi, jagung yang ada sekarang telah mengalami evolusi dari tanaman serealia primitif yang bijinya terbuka dan jumlahnya sedikit menjadi tanaman yang produktif. Biji banyak pada tongkol tertutup mempunyai nilai jual yang tinggi dan banyak ditanam sebagai bahan pangan. Nenek moyang tanaman jagung masih menjadi kontroversi, ada tiga teori yang mengatakan tana-man jagung berasal dari pod corn, kerabat liar jagungtripsacum dan teosinte (Iriany et.al., 2007).
Jagung termasuk kedalam famili Poaceae (Graminae) dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, yaitu suku rumput-rumputan dengan genus Zea dan nama spesiesnya Zea mays. Persilangan antar spesies dan antar genus jagung meng-hasilkan vaietas atau kultivar baru. Tanaman jagung termasuk tanaman semusim (annual). Susunan tubuh (morfologi) tanaman jagung terdiri atas akar, batang, daun, bunga, dan buah (Siswadi, 2006).
Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu akar seminal, akaradventif, dan akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Akar adventif adalah akar yang semu-la berkembang dari buku di ujung mesokotil. Akar kait atau penyangga adalah akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah. Fungsi dari akar penyangga adalah menjaga tanaman agar tetap tegak dan me-ngatasi rebah batang. Akar tersebut juga membantu penyerapan hara dan air.
Tanaman jagung mempunyai batang yang tidak bercabang, berbentuk si-lindris, dan terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat tunas yang berkembang menjadi tongkol. Tanaman jagung di daerah tropis mempunyai jumlah daun relatif lebih banyak dibanding di daerah beriklim sedang (temperate). Genotipe jagung mempunyai keragaman dalam hal panjang, lebar, tebal, sudut, dan warna pigmentasi daun. Lebar helai daun dikategorikan mulai dari sangat sempit (< 5 cm), sempit (5,1-7 cm), sedang (7,1-9 cm), lebar(9,1-11 cm), hingga sangat lebar (>11 cm).
Jagung disebut juga tanaman berumah satu (monoeciuos) karena bunga jantan dan betinanya terdapat dalam satu tanaman. Bunga betina (tongkol) muncul dari axillary apicestajuk. Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh apikal di ujung tanaman. Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung varietas. Tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol jagung yang terletak pada bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih besar dibanding yang terletak pada bagian bawah. Setiap tongkol terdiri atas 10-16 baris biji yang jumlahnya selalu genap (Subekti et.al., 2002).
JENIS DAN VARIETAS
Terdapat beberapa jenis tanaman jagung yang dapat ditanam di Indonesia, yaitu dent corn (jagung gigi kuda-Zea mays indentata) dan flint corn (jagung mu-tiara-Zea maysindurata). Jagung mutiara berbentuk bulat dan umumnya berwarna putih. Biji bagian luar keras dan licin karena terdiri dari pati keras. Jagung jenis lokal Indonesia umumnya adalah tipe jagung mutiara. Jenis jagung lain seperti sweet corn (jagung manis-Zea mays saccharata) danpop corn (jagung berondong-Zea mays everta) mulai banyak dikenal oleh masyarakat. Di beberapa daerah ter-dapat jagung ketan waxy corn (Zea mays ceratina) yang memiliki kandungan ami-lopektin lebih besar dalam endospermnya. Kandungan amilopektin yang tinggi menyebabkan rasa pulen pada jagung (Siswadi, 2006). Adapun beberapa Varietas unggul jagung manis (Zea mays L. saccharata) dapat dilihat pada Tabel 1.
SYARAT TUMBUH
Kebutuhan Air Tanaman
Hal yang perlu mendapat perhatian dalam perencanaan pengairan adalah kebutuhan airper evapotranspirasi tanaman. Evapotranspirasi tanaman dapat dike-lompokkan menjadi dua bagian yaitu evapotranspirasi potensial dan evapotranspi-rasi aktual (Aqil et.al., 2005).
Kebutuhan air tanaman atau disebut air konsumtif tanaman adalah jumlah kehilangan air per satuan luas (dalam mm) yang diakibatkan oleh kanopi tanaman (transpirasi) ditambah air evaporasi (hilang karena penguapan pada luasan permu-kaan). Jadi kebutuhan air tanaman atau air konsumtif adalah kehilangan air oleh evapotranspirasi (Ghulamahdi, 2002).
Ketepatan pemberian air sesuai dengan tingkat pertumbuhan tanaman ja-gung sangat berpengaruh terhadap produksi. Periode pertumbuhan tanaman yang membutuhkan adanya pengairan dibagi menjadi lima fase, yaitu fase pertumbuhan awal (selama 15-25 hari), fase vegetatif (25-40 hari), fase pembungaan (15-20 hari), fase pengisian biji (35-45 hari), dan fasepematangan (10-25 hari) (Aqil et.al., 2005).
Tanah
Tanah yang dikehendaki adalah gembur dan subur, karena tanaman jagung memerlukan aerasi dan pengairan yang baik. Jagung dapat tumbuh baik pada berbagai macam tanah. Tanah lempung berdebu adalah yang paling baik bagi pertumbuhannya. Tanah-tanahberat masih dapat ditanami jagung dengan pe-ngerjaan tanah lebih sering selama pertumbuhannya, sehingga aerasi dalam tanah berlangsung dengan baik. Tanaman jagung dapat ditanam pada ketinggian 0-2000 meter diatas permukaan laut (Ghulamahdi, 2002)
Air tanah yang berlebihan dibuang melalui saluran pengairan yang dibuat di antara barisan jagung. Kemasaman tanah (pH) yang terbaik untuk jagung adalah sekitar 5,5 – 7,0. Tanah dengan kemiringan tidak lebih dari 8% masih da-pat ditanami jagung dengan arah barisan tegak lurus terhadap miringnya tanah, dengan maksud untuk mencegah erosi yang terjadi pada waktu turun hujan besar.
Iklim
Faktor-faktor iklim yang terpenting adalah jumlah dan pembagian dari sinar matahari dan curah hujan, temperatur, kelembaban dan angin. Tempat penanaman jagung harus mendapatkan sinar matahari cukup dan jangan terlin-dung oleh pepohonan atau bangunan. Bila tidak terdapat penyinaran dari matahari, hasilnya akan berkurang. Temperatur optimum untuk pertumbuhan jagung adalah antara 23 – 27 oC. Curah hujan yang dibutuhkan jagung adalah 120 mm/bulan (Ghulamahdi, 2002).
TEKNIK BUDIDAYA
Persiapan Lahan
Persiapan lahan merupakan langkah awal sebelum melakukan penanaman jagung, metode yang dilakukan dalam persiapan lahan tersebut bermacam-macam tergantung pada kondisi fisik dari lahan yang akan ditanami. Pada lahan bekas sawah penyiapan lahan dilakukan secepatnya setelah panen padi baik tanpa pe-ngolahan tanah maupun dengan pengolahan tanah. Tanpa pengolahan tanah dapat dilakukan utamanya pada tanah yangmempunyai tekstur ringan. Penyiapan lahan tanpa pengolahan tanah dapat dilakukan dengan membersihkan lahan dari sisa-sisa jerami padi. Jika keberadaan gulma dinilai mengganggu saat pertumbuhan awal tanaman maka dapat dilakukan penyemprotan dengan herbisida Paraquat (1-2 l/ha) saat 1 minggu sebelum waktu tanam yang ditentukan. Penyiapan lahan dengan sistem olah tanah sempurna dapat dilakukan dengan bajak yang ditarik traktor, sapi atau cangkul sampai lahan siap ditanami (Suyamto et.al., 2006).
Jagung akan tumbuh dengan baik pada tanah yang gembur, subur, berdrai-nase baik dengan pH 5,5 – 7,0. Pada tanah yang baru dibuka dan bertekstur berat perlu dilakukan pengolahan sempurna pada saat musim tanam I, kemudian dapat menggunakan pengolahan ringan pada musim tanam II, dan dapat menggunakan tanpa olah tanah (TOT) pada musim tanam III. Jika melakukan pengapuran, maka perlu melakukan pengolahan sempurna untuk mencampur kapur yang ditebarkan. Kapur ditebarkan sebelum pengolahan, dan dicampur sedalam lebih kurang 20 cm, serta diinkubasikan selama 3-4 minggu (Ghulamahdi, 2002).
Pemupukan
Tanaman jagung digolongkan sebagai salah satu tanaman indikator untuk mengetahui ketersediaan hara dalam tanah, oleh karena itu untuk dapat tumbuh dan berkembangnya tanaman jagung secara optimal relatif dibutuhkan hara yang cukup, sehingga pemupukan merupakan salah satu faktor kunci bagi keberhasilan budidaya jagung. Pemberian pupuk baik pupuk organik maupun anorganik pada dasarnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hara yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembangnya tanaman. Efisiensi pemberian pupukdilakukan dengan cara pemberian pupuk secara berimbang, artinya pemberian berdasarkan kepada keseimbangan antara hara yang dibutuhkan oleh tanaman jagung berda-sarkan sasaran tingkat hasil yang ingin dicapai dengan ketersediaan hara dalam ta-nah.
Kesuburan tanah antara lokasi satu dengan lainnya beragam, maka takaran dan jenis pupuk yang diperlukan untuk lokasi-lokasi terse-but tentu akan berbeda pula. Oleh karena itu, pemupukan berimbang sering pula disebut pemupukan (atau pengelolaan hara) spesifik lokasi. Sumber hara alami dapat berasal dari tanah, pupuk kandang, sisa tanaman, dan air irigasi. Pupuk kimia (anorganik) pada dasarnya hanya untuk memenuhi kekurangan hara alami yang diperlukan tanaman untuk dapat tumbuh dan berkembang sampai menghasilkan biji sesuai dengan yang dikehendaki. Waktu pemberian dan takaran pupuk yang diberikan hen-daknya disesuaikan dengan umur tanaman atau stadia pertumbuhan tanaman (Suyamto et.al., 2006).
Jenis dan dosis pemupukan yang dibutuhkan tanaman jagung tergantung pada kesuburan tanah. Hanya secara rata-rata dosis anjuran adalah 50 kg N/ha, 60 kg P2O5/ha, dan 60 kg K2O/ha yang diberikan pada saat tanam, serta 90 kg N/ha yang diberikan pada saat tanaman berumur satu bulan. Jika kandungan bahan organik dalam tanah rendah dapat diberikan pupuk kandang sebanyak 1 ton/ha, atau pemupukan N pada saat tanam menggunakan pupuk ZA.
Pemberian pupuk pada saat tanam dilakukan dengan mencampur ketiga jenis pupuk (N, P, K), dan diberikan di alur 7-10 cm di samping baris tanaman jagung. Pemberian pupuk N kedua pada umur satu bulan dilakukan dengan mene-bar di alur 7-10 cm di samping baris tanaman jagung, selanjutnya dilakukan pem-bumbunan (Ghulamahdi, 2002).
Populasi Tanaman
Pada saat musim hujan populasi tanaman dapat mencapai 50.000 – 60.000 tanaman/ha. Populasi tanaman 50.000 tanaman/ha diatur dengan jarak tanam 40 cm x 100 cm, sebanyak 2 biji/lubang. Sedangkan populasi 60.000 tana-man/ha di-atur dengan jarak tanam 40 cm x 82.5 cm, sebanyak 2 biji/lubang.
Pada saat musim kemarau, jika air irigasi tersedia maka populasi tanaman dapat ditingkatkan sekitar 60.000 – 75.000 tanaman/ha. Populasi tanaman 75.000 tanaman/ha diatur dengan jarak tanam 33 cm x 80 cm, 2 biji/lubang. Penanaman menggunakan tugal dengan lubang tanam 3-5 cm (Ghulamahdi, 2002).
Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman merupakan hal yang perlu diperhatikan, karena ber-peran dalam keberhasilan budidaya tanaman jagung yang dilakukan. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan mencakup pemupukan, pengendalian gulma, pembum-bunan, pengendalian hama dan penyakit serta pemberian air irigasi (Ghulamahdi, 2002).
Panen dan Pasca panen
Panen adalah proses pemungutan hasil produksi untuk tujuan konsumsi, diolah atau dipasarkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah waktu panen yang tepat, yaitu pada saat kandungan gula pada jagung manis paling tinggi, hal terse-but memerlukan pengalaman untuk mengetahuinya, yaitu mulai umur 64 hari sete-lah tanam dilakukan pemeriksaan. Apabila rambut jagung manis sudah terlihat berwarna cokelat dan bila dipegang tongkolnya terasa terisi penuh, itu menanda-kan bisa dilakukan pemanenan.
Waktu pemetikan sebaiknya pada pagi hari, sebab cuaca atau udara panas cenderung dapat mengurangi kandungan gula pada biji jagung manis. Jagung se-baiknya disimpan di tempat yang dingin dengan temperatur 1-5 oC untuk mem-pertahankan kandungan gula agar lebih lama, hal tersebut akan mempertahankan kemanisan hingga 10 hari.
Jagung adalah organisme hidup sehingga tetap melakukan respirasi walau telah dipetik. Hal tersebut akan mengakibatkan perubahan fisik maupun kimiawi yang mempengaruhi mutu jagung manis. Penurunan mutu sering disebabkan oleh berkurangnya rasa manis setelah pemanenan, sehingga mempertahankan rasa ma-nis pada jagung manis perlu penanganan khusus baik waktu panen, cara panen, dan pasca panen. Petani perlu mengetahui tanda-tanda saat panen dan penanganan pasca panen untuk mendapatkan kualitas yang tinggi dan mempertahankan kuanti-tasnya.
Salah satu cara untuk menguji kematangan jagung manis adalah dengan menusuk biji jagung manis dengan ibu jari. Apabila mengeluarkan cairan seperti susu setelah ditusuk, maka pada saat inilah jagung manis mempunyai kualitas yang baik. Panen yang terlalu muda dapat mengakibatkan produksi menjadi ren-dah, karena bijinya masih lunak. Pemanenan yang terlalu tua biji akan mengeras dan rasa manis akan berkurang, karena sebagian gula akan berubah menjadi te-pung.
Tingkat kehilangan zat gula pada jagung manis naik dengan cepat bila di-simpan pada suhu diatas 30 oC. Selama periode 8 jam jagung manis juga akan ke-hilangan gula 10% dari kandungan gula total jika ditempatkan pada suhu 20 oC.
HAMA DAN PENYAKIT
Hama
Hama jagung diketahui menyerang pada seluruh fase pertumbuhan tana-man, baik vegetatif maupun generatif. Hama yang biasa ditemukan pada tanaman jagung adalah lalat bibit (Atherigona sp.), penggerek batang (Ostrinia furnacalis), penggerek tongkol (Helicoverpa armigera), penggerek batang merah jambu (Sesamia inferens Walker), pemakan daun(Spodoptera litura, Mythimna sp.), Aphis sp., belalang, dan tikus.
Lalat bibit (Atherigona sp.) hanya ditemukan di Jawa dan Sumatera dan dapat merusak pertanaman hingga 80% atau bahkan 100%. Tanaman yang ter-serang ringan dapat pulih kembali, tetapi pertumbuhan pada fase generatif terham-bat dan hasil berkurang. Serangga ini menyerang titik tumbuh jagung muda yang berumur 2-5 hari, sehingga mengakibatkan kematian tanaman. Penggerek batang (Ostrinia furnacalis) menyerang seluruh fase perkembangan tanaman dan seluruh bagian tanaman jagung. Kehilangan hasil yang disebabkan oleh serangga ini dapat mencapai 80%. Ciri khas serangannya adalah lubang kecil pada daun, gerekan pada batang, kerusakan pada tassel, dan kerusakan sebagian janggel.Penggerek batang merah jambu (Sesamia inferens) menyerang tanaman jagung tiap tahun di daerah Danau Tempe dan mengakibatkan kehilangan hasil sekitar 15%. Penggerek tongkol (Helicoverpa armigera) meletakkan telurnya pada silk dan larvanya menginvasi janggel serta memakan biji jagung yang sedang dalam proses pengisian. Kehilangan hasil akibat serangan hama ini dapat mencapai 10%. Ulat grayak (Spodoptera litura) dapat merusak tanaman 5-50%. Belalang kembara (Locusta migratoria) menyerang daun, hanya menyisakan tulang daun dan batang, bahkan pada kondisi tertentu memakan tulang daun dan batang sehingga dapat merusak tanaman hingga 90%. Tikus merupakan salah satu hama yang menimbulkan masalah serius pada pertanaman jagung. Meskipun penurunan hasil belum pernah dilaporkan, tetapi luas areal yang dirusak bertambah setiap tahunnya. Di Indonesia, luas areal yang dirusak tikus adalah 3.272 ha pada tahun 1987 kemudian meningkat menjadi 11.091 ha pada tahun 1999. Kutu daun (Aphis maidis) yang mengisap cairan tanaman jagung menurunkan hasil 15,8-78% (Pabbage et.al., 2006).
Penyakit
Pengendalian penyakit perlu dilakukan apabila intensitas serangan tinggi, sehingga dapat merusak pertanaman dan dapat mengakibatkan gagal panen. Jika pengendalian penyakit tidak dilakukan maka kegiatan budidaya yang dilakukan dapat mengalami kegagalan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar. Jenis penyakit yang paling banyak menyerang tanaman jagung adalah penyakit bulai, penyakit hawar daun, penyakit karat dan penyakit bercak daun(Ghulamahdi, 2002). Beberapa jenis penyakit dengan penyebabnya, dan gejala serangannya serta pengendaliannya dapat dilihat pada Tabel 2.
Jika sobat ingin mengkopas atau memperbanyak artikel di atas silahkan saja, karena blog ini memang khusus diciptakan untuk berbagi. Terima kasih telah Berkunjung, Semoga Artikel diatas bermanfaat. . .
Jangan lupa tinggalkan JEMPOL dan KOMENTAR anda sebagai oleh-oleh. . .^^
0 komentar:
Posting Komentar